Minggu, 27 Desember 2015

Cerita Abu-Abu

Hari ini semua terasa abu-abu. Sejak pagi, menjelang siang dan tengah hari. Sejenak kusandarkan penat diantara hiruk-pikuk manusia di sekitarku. Kubunuh keresahan dan kebisingan yang memukul-mukul didada. Apa dan bagaimana langkah yang  harus kufokuskan jika semua menuju warna abu-abu.
Aku menyukai warna hijau yang penuh harapan dan kesegaran. Dia menyukai warna merah yang berani dan menantang. Mereka menyukai warna kuning yang penuh keagungan. Sementara dunia begitu berwarna tinggal kita bebas memilih warna kesukaan kita.

Hari semakin siang kesibukan makin terasa disini di sebuah swalayan besar ujung komplek. Aku belum menemukan warna yang kucari semua melesat begitu cepat, belum sempat aku menangkap warna itu telah lenyap bercampur dengan segala hiruk-pikuk dan debu jalanan. Masih saja hijauku penuh harapan. Yang kutunggu untuk setiap langkah yang ingin kulalui. Aku melanjutkan lukisan hati yang belum juga tuntas. Cat air yang kutuang masih sangat basah.

Aku tahu tak semua orang sama warna hatinya, hingga Tuhan memberikan banyak warna di dunia, agar semua manusia dapat memilih warna kesukaannya.  Semua akan menjadi bahagia jika menemukan warna kesukaannya.


BERJALAN DI BEBATUAN



Langkah ringkih telanjang kaki masih tetap terayun. Walau banyak bebatuan di sepanjang jalan. Sejenak seraut wajah kusam tanpa cahaya itu berpaling. Menyaksikan sang surya yang tengah memanggang tubuhnya. Panas terik tak dihiraukan lagi. Keringat bercucuran, kering rasa di kerongkongan. Dia masih akan terus berjalan menuju dermaga di mana pelabuhan tempat dia menanti sang buah hati setelah sekian lama berpisah oleh sebuah sandiwara kehidupan yang membuatnya terbuang dari sanak saudara. Kini perjalanannya hampir berakhir meninggalkan hutan terbakar di lereng gunung gundul dan perkebunan tandus. Kini dia akan berlari menuju pantai dimana akan tercipta damai bersama angan dan mimpi buruknya selama berjalan diatas bebatuan., akan segera menghilang.