Kamis, 24 April 2014

TIGA MALAM DI RUMAH KOSONG


Kepenatan dan rasa kantuk itu masih terasa, meski pagi itu aku sudah tidur sebentar setelah sampai dari melakukan perjalanan jauh.
"Ayo, sekarang saja kita beli batu nisannya!". ajak kakakku.
"Okaylah mbak, aku juga sudah siap!"
"Ibuk..aku ikut,..! teriak anakku.
"Dek, mendingan kamu istirahat dirumah main sama dedek kecil, sama om dan tante..!" bujukkku.
"Aku tidak mau, aku mau ikut Ibuk mau lihat batu nisan untuk eyang putri..! 

Akhirnya, kami bertiga pergi ke penjual batu nisan. Pilihanku tepat sekali batu nisan berbintik-bintik putih sama dengan corak untuk ayahku dulu. Setelah selesai semua pembayaran dan perjanjian kapan memasangnya dan di mana tempatnya, kamipun segera pulang.
Sepanjang jalan kakakku bercerita banyak, Ia juga minta maaf karena tidak bisa menempati rumah peninggalan ibu itu, karena suaminya mengajak Ia untuk tinggal di rumah suaminya,..Yah, sebagai seorang istri memang harus mengikuti kemauan suami. "Tidak apa-apa Mbak, kita semua bisa mengerti kok..!"

Malam pertama, mungkin karena capainya kami semua tidur lebih awal, alhamdulillah sama sekali tidak ada nyamuk yang lewat, pasti kami semua bisa tidur dengan nyenyak,..namun tiba-tiba anakknya adikku menangis, sebentar diam sebentar menangis usianya baru 1 tahun 2 bulan, dan baru pertama kali pergi jauh mungkin dia merasa asing, atau kehausan setelah di beri minum akhirnya dia tertidur pulas. waktu menunjukkan pukul 22.00, sepakat kami untuk menggelar kasur di ruang tamu dan tidur bersama-sama di depan kamar mendiang ibuku.

Beberapa saat semuapun tertidur, di posisi paling pinggir aku tak bisa tidur meski sudah membaca doa-doa, lalu aku pindah ketengah menghadap kamar,..aku serasa terbang, kulihat ayah dan ibuku sedang duduk santai di ruang tamu, mereka nampak rukun bahagia dan menyambut kedatangan kami, ketika aku ingin mendekat tiba-tiba..dugggh!, " Aduuh,..! aku terbangun, kepalaku terbentur kursi. Kulihat semua sudah tertidur lelap, waktu menunjukkan pukul 00.30 malam,..waduuh tengah malam,..! aku segera menarik selimut dan berusaha untuk tidur. Dan aku seperti di sebuah ruangan yang tidak kukenal entah di mana, tiba-tiba muncul wajah-wajah mengerikan manghampiriku,.."Aku tak boleh melihatnya, aku harus menghindari dan pura-pura tak melihat dan menutup mata,..tetapi bayangan wajah mengerikan itu justru di depan mukaku..saat mataku terbuka aku kaget,..Hih!, aku tak perduli, bayangan itu marah dan mencekikku.." Oh, aduuh, aku membaca ayat-ayat pengusir syetan meski dengan susah payah dan terbata-bata,..dan Alhamdulillah aku terbangun,..dan melihat semua masih tertidur lelap. "Haduuh, aku sendirian, Ya Allah, temanilah aku..hapuskanlah halusinasiku ini dari pikiranku..tiba-tiba, terdengar "Kukuruyuuuk...! aku bersorak gembira,  wah,..sudah pagi,..! kulihat jam dinding, ternyata waktu masih pukul.02.00. Aku segera bangkit,..aku harus sholat tahajut,..harus..! apa sih sih yang membuat takut,..Allah kan selalu ada di sini,..siapa yang membuat takut, aku tabrak saja,..!! aku lempar, awas aku pukul,...sambil sebentar-sebentar membaca doa, sambil sebentar-sebentar marah-marah. Ketika aku akan membuka pintu, tiba-tiba. "Hua..!!' anaknya adikku terbangun, dia menangis...semuapun terbangun mereka tidak mau tidur,..si bayi justru tertawa-tawa, bermain terus sampai menjelang subuh baru Dia tertidur lagi..(bersambung)

Selasa, 22 April 2014

DUA WANITA TUA


Wanita tua berusia 85 tahun itu duduk di sofa, Rumahnya yang kecil sekarang sudah di bangun oleh anak2nya menjadi rumah gedung yang bagus namun Mbah Dikun tetap menjalani profesinya yaitu sebagai penggembala kambing dan sapi. Pagi itu Mbah Dikun  sedang makan dengan lahap. Aku mendekat dan mengamati nasi putih di dalam piring  tak ada lauk tak ada sayur, hanya kuah bakso yang bening dengan satu biji cabe rawit yang besar dan panjang.
"Mbah, kok tidak pakai lauk dan sayur? tanyaku, padahal di meja makan ada bakso lengkap juga Tongseng daging kambing  dan kerupuk.
"Tidak Nduk, ini sudah  enak  kok sama kuahnya saja " Mbak Dikun meneruskan makannya dengan lahap sesuap demi sesuap. lalu "Kress....!!! Huah,..Huah pedes nduk, tapi seger, enak..! Mbah Dikun tertawa-tawa karena kepedesan makan cabe rawit. Tangan kanannya meraih segelas air putih lalu meminumnya dengan nikmat. Tangannya sama sekali tidak gemetar seperti orng-oarang tua yang sudah lanjut usia.
Aku menoleh pada anakku yang sedang asyik menonton TV. "Lihat tuh Dek, Mbah Dikun saja makannya habis,..kok dedek tidak dihabiskan?".
"Ya harus habis sayang, rejeki jangan di buang-buang". Mbah Dikun menimpali, aku terkejut rupanya bisikanku terdengar oleh Mbah Dikun.
"Kenopo Nduk, simbah masih dengar kok, simbah juga penglihatannya masih bagus ".
"Oh, begitu ya Mbah,..makanya simbah jalan kemana-mana meski ruangan agak gelap juga santai -santai saja".

Setelah selesai makan, Mbah Dikun istirahat sebentar, lalu kembali bercerita tentang perjalanan hidupnya, Mbah Dikun mempunyai  6 orang anak, dan di tinggal meninggal suaminya saat anak-anak belum banyak yang mandiri, menghidupi anaknya dengan berkebun dan berternak, dulu hanya menjalankan ternak milik tetangga dengan berbagi hasil sampai akhirnya mbah Dikun punya ternak sendiri, semua di jalani dengan sabar dan Iklas dengan menjalankan sholat lima waktu yang tidak pernah Ia tinggalkan, kini anak-anaknya sudah pada mandiri dan tinggal di kota lain tetapi mereka masih sering datang dan berkunjung. Mbah Dikun berprinsip selama masih punya kemampuan dan kekuatan ia lebih suka tinggal di rumahnya sendiri dan hidup mandiri, ia tidak ingin menjadi beban bagi anak-anaknya.

"Sudah agak siang Nduk, simbah mau menggembala kambing dulu ya?". Mbah Dikun beranjak menuju ke belakang. Aku meneruskan menyapu dan merapikan ruang tamu. Tak begitu lama lewat depan rumah Mbah Dikun, menggiring kambingnya yang ada 5 ekor, dengan tubuh yang sedikit membungkuk namun masih terlihat kuat itu melangkah sambil setengah berlari tanpa alas kaki mengejar kambing-kambingnya. mendengar suara Mbah Dikun, kambing-kambing itu menurut saja lalu berjalan dengan tenang sambil beriringan.
"Hush,..! Hush,..Hush...ayo ke lapangan!" teriak Mbah Dikun pada kambing-kambingnya.
Sejenak Mbah Dikun berhenti, terus menoleh padaku. "Ayo Nduk, ikut simbah ke lapangan". "Iya Mbah sebentar,.." Aku segera bergegas masuk untuk meletakkan sapu, dan memakai jilbab. Begitu aku keluar dan mencari-cari Mbah Dikun sudah tidak kelihatan lagi.

Aku masuk rumah kembali, datanglah tamu wanita tua juga bernama Mbah Siwo, seorang tukang urut berusia 85 tahun. Hari itu adalah jadwal Mbak Siwo untuk menjalani tugasnya di rumah adik iparku, setelah adikku di urut,  akupun ingin mencoba merasakan enaknya tukang urut yang  sudah cukup terkenal di sekitar kampung wonosari tersebut. Sebelum bekerja Mbah Siwo, mengucapkan "Bismillahirohmanirohim...lalu menbaca doa..bekerjalah ia dengan tenang, Mbah Siwo adalah tukang urut panggilan, Ia sudah  36 tahun menjalani profesi itu. Mbah Siwo, di tinggal mati suaminya ketika usia 40 tahunan, di tinggali 4 orang anak yang belum semua mandiri, suaminya meninggal sangat mendadak, di saat anak pertamanya akan melangsungkan pernikahan, kebahagian bercampur dengan kesedihan di jalaninya dengan penuh keiklasan, kehidupannya yang hanya mengandalkan sebidang sawah dan ladang itu tak cukup untuk menghidupi keluarganya akhirnya Mbah Siwo menekuni profesinya kembali sebagai tukang urut yang dulu pernah di jalaninya ketika masih gadis, dengan landasan  keimanan dan kepasrahan pada sang Maha pencipta, kini profesinya sebagai tukang urut makin di kenal hampir tiap hari ada saja yang datang menjemput ke rumahnya untuk meminta tolong. Dulu dalam satu hari Mbah Siwo bisa menangani 8 orang pasien sekaligus, baik pasien laki-laki, perempuan ataupun anak bayi, masing-masing ditangani selama 2,5 sampai 3 jam, tenaganya benar-benar kuat. Ia tidak hanya memijit asal-asalan, prosesnya Ia kendorkan dulu semua otot seluruh tubuh ,lalu menggunakan minyak kayu putih atau handbody, otot-otot itu di luruskan atau di kembalikan  sesuai pada tempatnya. bagi otot-otot yang salah, pijitan Mbah Siwo yang pelan itu serasa sakit sekali. Namun hasilnya luar biasa, badan terasa ringan, kelelahan hilang dan tubuh serasa kencang, perut yang kadang terasa mual, atau nyeri akan menjadi lega dan enak makan. Kini Mbah Siwo membatasi  pasiennya mengingat usianya yang sudah lanjut, beberapa pasien bisa di batalkan jika Ia sudah menerima satu panggilan di suatu tempat. Meski usinya sudah, 85 tahun Mbah Siwo tidak kelihatan tanganya gemetar,.Ia masih kuat, pendengaran dan penglihatannya juga tajam dan tidak pernah mengeluh, rasa syukur dan kebahagian selalu mewarnai hidupnya, Tuhan memang akan selalu memberi rejeki bagi umatnya yang mau berusaha itu yang Mbah Siwo yakini, ia juga tidak ingin menjadi beban bagi keluarganya. Meski hanya sepiring nasi yang Ia dapatkan, ia akan tetap bersyukur..hingga hidupnya semakin berkah di mata Allah.







Minggu, 06 April 2014

Kamis, 3 April 2014


MATERI  TENTANG  PREMIS


Pengertian tentang Premis dalam dunia kepenulisan adalah Masalah Utama dari si tokoh utama dan bagaimana  dia menyelesaikan masalah tersebut . Penulis dituntut untuk menggunakan kata-kata yang solid atau kat-kata yang tepat dalam setiap pengungkapannya.

Dengan kata-kata yang tepat penulis bisa membawa para pembaca atau merangsang para pembaca untuk lebih jauh mengikuti alur cerita yang akan di suguhkan.

Penulis juga bisa menunjukkan pembaca pada titik klimak suatu permasalahan dan selanjutnya car-cara mengatasi masalah tersebut.

Diakhir cerita, pembaca dapat mengambil hikmah dari peristiwa atau kejadian yang kita angkat menjadi sebuah novel, dngan cara penyajian yang baik pembaca dapat dengan mudah memahami maksud atau hal positif yang akan di petik oleh pembaca.

Puas dan tidaknya pembaca tergantung keahlian penulis dalam meramu atau merangkai kata yang akan di sajikan.

Selasa, 01 April 2014

PUISIKU

DALAM NURANI

Suara Batin gayung bersambut
Menembus ruh-Mu tak luput
Lapang Jiwa tatap cakrawala
Mutiara terpendam di kakiku
Berserak liar tempatku berlari, dahulu

Kujilati tapak kakiku yang luka
Kau siram jiwa dan raga
Dengna siraman rohani
Teguhkan semangat tuk kembali
Menerjang-terjang padang garang kehidupan

Bersama kalbu menyusuri keheningan-Mu
Dalam renungan panjang bersujud di kaki-Mu
Ya Illahi...
Tertanam abadi DALAM NURANI...!